Kami jatuh cinta di waktu dan kondisi yang tidak mudah, tidak semudah remaja yang cintanya bisa tumbuh secara organik. Kami tidak pernah belajar di ruang kelas yang sama, tidak makan di kantin yg sama, bahkan tidak tinggal di kota yang sama. Sembilan ratus tujuh puluh tiga kilometer, jarak yang cukup untuk menumbuhkan gulma rasa lelah dan curiga. Bagai bunga, sesekali cinta kami layu. Tapi kami tak pernah menyerah untuk menumbuhkannya kembali. Ajaibnya, bunga itu selalu punya warna baru, warna yg membuat kami semakin mengaguminya tiap kali ia bersemi. Sebentar lagi jarak yang menyesakan itu akan kami kalahkan, bukan hanya akan tinggal di kota yang sama, kami bahkan akan berbagi atap yang sama, dipan yang sama, piring yang sama.